Indescribable, bab 2 : "Lantai Tiga Warna"

Hari Senin tiba, saat pertama siswa kelas 7 Asrama Moende menjadi siswa yang sebenarnya. Hari pertama sekolah, dan mendapat ilmu di Sekolah Asrama ini. Aku dan Alice kebetulan ditempatkan di kelas yang sama, kelas 7C.  “Alice, saat di kelas nanti kita duduk sebangku ya?”, tanyaku pada Alice. “Oke!”, jawab Alice singkat.
Saat masuk ke dalam kelas, hanya tinggal meja paling pojok belakang yang kosong. Cukup ditempati aku dan Alice. Walaupun dapat tempat paling belakang, tak apalah. Tapi, tepat di depan tempat dudukku dan Alice, ditempati Daru dan Jeddi. Huh, menyebalkan. “Kenapa mereka masuk dikelas ini!”, batinku kesal.Ya, seperti yang sebelumnya, Daru dan Jeddi sangat jahil. Teman sekelasku bahkan ada yang nangis dijahilin mereka. Lebih parahnya lagi, hari pertama masuk kelas mereka udah mecahin kaca meja. Untung aja waktu mereka mecahin kaca tidak ada guru, waktu jam kosong. Mereka pun kebingungan, takut kena marah guru. Ide nakal mereka muncul lagi, mereka menyembunyihan pecahan kaca di belakang almari kelas, lemari yang ada di belakang bangkuku.
Tiba-tiba, guru BK sekolah kami masuk, dan langsung berkata “Siapa tadi yang memecahkan kaca? Saya mendengar sendiri bunyi kaca pecah saat saya lewat di depan kelas ini!”. Semua murid diam, tak berani bicara bahkan tak ada yang berani mengeluarkan suara desahan. Kemudian mata guru BK itu tertuju pada Daru dan Jeddi, “Kalian! Kalian pasti yang memecahkan kaca meja itu! Mana kaca yang kalian pecahkan tadi?”. “Kaa...ka..kami, menyembunyikannya di belakang almari itu”, jawab Daru gugup.  Seketika guru BK itu tercengang. Sepertinya sangat kaget, tak tau kenapa. Kalimat yang ingin keluar dari mulutnya menggantung dan kemudian ditelannya lagi kalimat yang juga ikut kaku di lidahnya. Ibu guru BK tersebut kemudian memanggil Daru dan Jeddi ke BK.
Setelah kira-kira 20 menit mereka diceramahi BK, mereka kembali ke kelas dengan wajah yang bingung. Alice bertanya pada mereka, “Hei anak-anak jahil, kenapa muka kalian terlihat bingung sekali? Kayak mikir matematika aja!”. “Kami heran,  ibu BK melarang kami menyembunyikan sesuatu benda ataupun melakukan hal-hal aneh yang berhubungan dengan almari itu”, jawab Jeddi. Aku dan Alice pun ikut bingung, ada apa sebenarnya. Aku berfikir,
Saat jam sekolah selesai, aku segera kembali ke Asrama. Setelah makan siang, aku pergi ke kamar kak Olga. Aku berkenalan dengannya saat jogging di taman sore kemarin. Kebetulan, kamar kak Olga ada di sebelah kamarku. “Permisi Kak Olga”, panggilku sambil mengetuk pintu kamar kak Olga. Setelah kak Olga membuka pintu dan aku masuk, aku segera menanyakan hal aneh yang disembunyikan ibu BK tersebut. Teman sekamar kak Olga pun ikut bergabung ngobrol dengan kami. Kata kak Olga dan temannya, di bawah almari itu ada lantai tiga warna. Tak tau pasti warnanya apa, yang jelas tiga warna yang berbeda. “Ceritanya sih ada siswa yang pernah menggeser almari itu, kemudian dia melihat lantai tiga warna tersebut. Terus dia menginjak-injaknya, lompat-lompat di atas lantai itu. Kemudian siswa yang lompat-lompat di atas lantai itu, kerasukan hantu penghuni almari itu. Saat kerasukan, dia ngomong kata-kata bahasa belanda gitu, nggak jelas. Kejadian itu dialami kakak kelas yang sekarang masih kelas 9 loh! Kejadiannya baru setahun yang lalu, saat aku masih kelas 7”, cerita kak Olga lengkap. Aku jadi merinding. Teman kak Olga berkali-kali meng-iya-kan cerita kak Olga itu dan berkata kepadaku jangan pernah sekali-sekali melakukan hal itu. Aku hanya mengangguk-angguk tanda menurut. "Oh iya, kak nama kakak siapa?", tanyaku kepada teman kak Olga. "Oh, namaku Fara. Kamu?", jawabnya. "Namaku Kiera kak", jawabku. Huh, dengan acara berkenalan ini, suasana menjadi cair dan tidak terlalu menegangkan.
Keesokan harinya, saat pelajaran belum dimulai, aku bercerita tentang hal itu kepada Alice, Daru, dan Jeddi. Seketika suasana terasa aneh. Aku merinding, ketakutan. Jeddi malah menggeser almari itu sambil lompat-lompat diatasnya seperti kejadian setahun lalu yang baru saja kuceritakan. Benar, yang terjadi Jeddi kerasukan hantu dan ngoceh bahasa belanda nggak jelas. Banyak teman sekelasku yang nangis ketakutan, dan ada yang pingsan. Suasana kelas jadi kacau! Banyak guru yang datang ke kelasku dan melihat kejadian itu. Guru-guru kaget melihat almari yang digeser tersebut. Jeddi pun sadar setelah guru agama sekolahku datang dan menanganinya. Demi kebaikan siswa, akhirnya guru-guru dan kepala sekolah asrama  memutuskan hari ini jam pelajaran di kelas 7C ditiadakan dan anak-anak kelas 7C diharuskan segera kembali istirahat di Asrama.
Setelah pulang sekolah, Alice bilang kepadaku, “Kamu pulang dulu saja, aku mau disini dulu. “Loh, tapi kan kita disuruh pulang ke Asrama dan istirahat”, jawabku. Tapi Alice tetap saja tidak mau. Akhirnya, aku pulang ke Asrama bersama teman-teman lain. Di kamar, aku merenung sendirian. Aku bingung, yang pertama kenapa lantai itu ada tiga warna berbeda, apa mungkin kekurangan ubin? Hmm, yang kedua orang yang menginjak-injak lantai itu kesurupan, dan yang ketiga.. kenapa Alice memilih tetap di kelas? Sendirian pula. Huh, aku semakin bingung.
Sudah jam 4 sore,  tapi Alice belum juga pulang. “Duh, apa aku harus menyusulnya ya?”, batinku. Ah, tapi kan di sekolah ada anak yang ikut ekskul. Eh, tapi perasaanku nggak enak, aduh..gimana ya,em..ah sudahlah, mungkin ini hanya perasaanku saja. Tak lama kemudian, Alice datang. Mukanya seperti orang depresi. “Hei Alice, kamu kenapa? Mukamu kusut sekali!”, tanyaku pada Alice. “Mereka..mereka marah!”, jawab Alice sambil teriak dan setelah itu nafasnya terengah-engah seperti habis lari-lari. “Sst, jangan keras-keras. Mereka marah? Mereka siapa?”tanyaku heran. “Mereka, penghuni kelas kita. 2 makhluk penghuni lantai tiga warna, dan 1 lagi penghuni almari tersebut”, jawab Alice dengan muka yang sangat-sangat serius dan ketakutan. “Kok kamu bisa tau?”, tanyaku kali ini sangat penasaran. “Sebenarnya, aku punya indra ke-6. Dan kakak kelas 9 yang kesurupan 1 tahun lalu itu adalah sepupuku, jadi aku tau semua hal itu”, Alice menjawab setengah melamun. Aku hanya bisa diam, terheran-heran, kaget, bingung, campur aduk pokoknya. Alice melanjutkan ceritanya, panjang lebar, sedetail dan sejelas mungkin. Ia cerita bahwa dulu tidak ada almari itu, namun setelah ada kejadian setahun lalu yang menggegerkan warga sekolah, akhirnya lantai tiga warna itu ditutupi almari tersebut agar tidak ada lagi yang tau mengenai lantai tiga warna itu. Orang yang pernah kesurupan karena menginjak-injak lantai itu, akan diikuti hantu tersebut dan 5 orang yang ada sangkut-pautnya dengan hal itu akan di ganggu hantu penghuni kelas kita!
 “Alice! Kamu kan belum mandi, sana mandi dulu! Keburu jam makan malam nanti kamu dapat hukuman lo!”, kalimatku ini memutuskan untuk cerita yang menakut-nakutiku ini diakhiri. Alice pun mangut-mangut dan segera pergi ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Alice sudah kembali dengan penampilan yang rapi. Baru saja Alice kembali, bel makan malam sudah berbunyi. Aku dan Alice segera pergi ke ruang makan bersama teman-teman yang lain juga.

Setelah aku dan teman-teman sudah selesai makan, kepala sekolah menyampaikan pengumuman dan semua siswi langsung diam. “Begini anak-anak, sudah dua hari kalian sekolah disini. Dalam waktu dua hari yang telah diberikan, kalian harus sudah bisa menyesuaikan diri, karena Asrama kita ini adalah Asrama yang sangat tenama. Yang akan saya beritahukan,  besok malam pada pukul tujuh, kalian semua harus berkumpul di depan halaman sekolah, karena akan dilaksanakan uji nyali untuk mengetes apakah kalian pantas ada di sekolah ini. Saya memberi tau sekarang agar besok kalian siap menghadapinya”, ujar kepala sekolah kami,  Mrs.Mila. “Hah? Uji nyali?”, kata semua siswi Asrama Moende dengan wajah panik dan ketakutan. “Nah, sekarang kalian kembali ke kamar masing-masing”, lanjut Mrs. Mila. Semua siswi pun beranjak pergi dari ruamg makan.Tentu, semua murid tegang. Apalagi aku, sejak kejadian kesurupan tadi, aku jadi sering merasa hal-hal aneh dan sering merinding.
Esoknya, sinar mentari menyambutku dan rasa penasaranku terhadap lantai tiga warna tersebut. Alice masih tertidur, ya tentu saja, karena ini masih jam 5 pagi dan sekolah dimulai pukul 8 pagi. Aku memang terbiasa bangun jam 5 pagi, ini kebiasaanku dari dulu. Aku turun, menyusuri lorong untuk segera mandi. Asramaku ini adalah bangunan peninggalan Belanda yang sudah berkali-kali direnovasi kecuali lorongnya ini. Saat aku berjalan dan menoleh ke kanan, aku melihat sekelebat anak kecil, kupikir itu adalah anak ibu kantin yang tinggal di asrama ini, tapi setelah aku menoleh lagi dan kali ini menoleh ke belakang, aku tidak melihat siapapun berada di sana. Kemana anak kecil tersebut? Mustahil kalau tiba-tiba dia menghilang, karena tidak ada ruangan di lorong ini dan hanya ada tembok hampa. Langung kupercepat langkahku sampai akhirnya aku merasakan kehadiran suatu makhluk di belakangku, hangatnya terasa kontras dengan udara di Asrama yang termasuk dingin, dan tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundakku, akupun tersentak kaget. “Hey, Kiera, kok kamu jalnnya cepet banget? Ada apa sih?”. Langkahku terhenti, dan aku perlahan menengok ke belakang. Huh, ternyata ada kak Fara, untung aja bukan hantu. “Emm, nggak ada apa-apa kok, aku cuma buru-buru ke kamar mandi soalnya kebelet pipis”, kilahku sambil tersenyum. “Oh, ya udah. Kebetulan aku juga mau ke kamar mandi nih, yuk bareng!”, ajak kak Fara. Aku dan kak Fara pun berjalan bersama ke kamar mandi. Untung saja aku ditemani kak Fara, jadi nggak takut nih, hehe.
Saat aku sudah keluar dari kamar mandi, aku tidak melihat kak Fara. Ya, mungkin karena aku kelamaan jadi kak Fara nggak sabar nungguinnya. Akupun segera kembali ke kamar karena takut kalau nanti liat penampakan lagi.
Sesampainya di kamar, aku melihat Alice masih tertidur pulas. Aku pun membiarkannya tidur. Mungkin dia kecapekan karena kejadian kemarin. "Tidak, jangan ganggu temanku! Pergi kalian semua!". Mendengar suara itu, aku langsung melihat ke arah Alice dan menyimak apa yang dia bicarakan. Alice mengigau tentang, ya siapa lagi kalau bukan penghuni kelasku.
"Apa yang kau lakukan hingga dia jadi gila? kenapa kau limpahkan semuanya kepadaku dan temanku?!", itulah apa yang kudengar dari mulut Alice. Karena kasihan melihatnya, akupun membangunkan Alice. "Loh, pagi-pagi gini kok kamu udah bangun?", tanya Alice padaku. "Bukannya kamu sudah tau kalau aku ini suka bangun jam lima?", jawabku. "Loh, ini kan masih jam setengah lima, lihatlah jam bekerku", jelas Alice. Aku pun melihat jam beker Alice, kemudian membandingkannya dengan jam yang terpasang di tanganku."Oh iya, ternyata jamku kecepetan, pantes aja waktu tadi aku ke kamar mandi masih sepi banget untung ada kak Fara mau nemenin aku sampe kamar mandi", kataku sambil menahan malu. "Loh Ra, kamu ke kamar mandi sama Kak Fara? kak Fara itu lagi pulang ke rumahnya, jadi dia nggak mungkin ada di Asrama, apalagi nganterin kamu ke kamar mandi", jawab Alice sambil keheranan. "Eh, bercanda ya kamu? sumpah kok aku dianterin kak Fara, kak Fara pake dress putih panjang.Eh kan..." "kan kak Fara gak suka pake dress!", seruku dan Alice bersamaan. Aku jadi bingung sendiri, kalau bukan kak Fara, lalu siapa yang nganterin aku ke kamar mandi? Tapi 'dia' mirip banget sama kak Fara. "Ya udah deh Ra, mungkin kamu mimpi, lagian kamu juga kenapa gak bangunin aku aja", kata Alice dengan santai. "Hmm..aku gak mau buat kamu keganggu tidurnya Al", jawabku dengan senyum terpaksa. Akupun duduk di kasur sambil membaca novel yang kubawa dari rumah.
Setelah jam setengah delapan, aku dan Alice berangkat ke Sekolah. Baru sampai di depan kelas, "Eh Al,  Ra sini gih cepet!" teriak Daru yang berhasil mengagetkan kami. "Kenapa sih Ru, ada masalah apa lagi? Kamu dihukum suruh bersihin toilet Sekolah lagi?", jawabku dengan nada mengejek. "Bukan bersihin toilet doang Ra, tapi juga bersihin Bangsal Sekolah", kata Alice dengan muka polos, "Wah kamu kok tau sih Al,tapi bukan itu yang aku mau omongin ini masalah Jeddi, dia jadi aneh setelah kerasukan kemarin, dia jadi kayak orang gila dia takut setiap kali aku tinggal sendirian.Dia takut kalau nengok ke belakang, dia bilang ada yang ngikutin dia terus", jawab Daru dengan muka kebingungan. Seketika itu aku dan Alice saling kebingungan. Dan tiba-tiba Alice angkat bicara, "Ayo kita ngomong di dalam, jangan di depan kelas. Kami ber-tiga pun masuk ke dalam kelas dan duduk di bangku masing-masing. Aku dan Alice bener-bener kaget melihat muka jeddi yang berantakan, kusut, dan kelihatan banget kalau Jeddi lagi stress berat. "Jedi, kamu nggakpapa kan?", tanya Alice pelan agar Jeddi tidak kaget. Tapi Jeddi tidak menjawab, dan tidak menoleh ke belakang. Benar apa kata Daru, kalau Jeddi takut nengok ke belakang. "Ya udah, biarin aja Jeddi diem dulu. Biar dia tenang", kata Daru.. "Eh, Daru kamu udah tau belum kalo nanti malem itu ada uji nyali?", tanyaku. "Udah kok", jawabnya singkat. "Kira-kira seremnya kayak apa ya sekolah kita ini, banyak yang bilang sih sekolah ini...", kata-kataku terputus karena sakit di kakiku akibat diinjak Alice. "Sssttt, kasian Jeddi, Ra!", bisik Alice pelan kepadaku. "Ah, ya, begini lo maksudku emm.. banyak yang bilang uji nyali itu capek, jalannya jauh, so..soo..soalnya sekolah ini luas", kataku sambil berpikir bingung dengan apa yang kukatakan agar suasana agak lebih cair. (bersambung....)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Indescribable, bab 2 : "Lantai Tiga Warna""

Posting Komentar

About Me