SMPN 2 Semarang



SMP Negeri 2 Semarang adalah salah satu SMP favorit di kota Semarang. Lulusan yang dihasilkan juga sering diterima di SMA favorit. Hari ini saya akan membahas tentang profil SMPN 2 Semarang dan salah satu ekskul di SMP 2 Semarang yang saya ikuti, yaitu Espero Cheers.

(foto lap. tengah SMPN 2 Semarang. taken by me th2015, setelah pelaksanaan ujian praktek)

Profil SMPN 2 Semarang

Siapa yang tidak mengenal SMP2? Yap, ini adalah sekolah favorit yang terkenal akan prestasinya, sesuai motto SMP 2 yaitu “No Days Without Achievement and Good Attitude”. Memang sekolah ex-RSBI ini memiliki lahan yang kecil, namun bukan berarti pengetahuan anak SMP 2 juga sesempit lahan SMP 2.

SMP 2 terdiri atas gedung A-F, yang merupakan sekolah peninggalan Belanda yang memiiki arsitektur unik dan minimalis. Untuk pelengkap, ada juga green house di SMP 2 yang disana terdapat banyak tanaman hijau, dan juga kolam ikan. SMP 2 memiliki 2 lapangan, yaitu lapangan depan yang dihunakan untuk basket dan upacara, juga lapangan tengah yang biasa digunakan untuk futsal dan kegiatan pramuka. Bangsal yang tidak terlalu besar, juga ada di SMP 2. Ruang kelas yang ber-AC menjadi penyemangat di sisi lain untuk murid SMP 2.

Selain fasilitas tersebut, SMP 2 memiliki guru-guru yang medidik muridnya dengan sabar, dan tentu guru pilihan di Kota Semarang. Beliau, guru-guru SMP 2 selalu mengusahakan yang terbaik bagi siswanya, agak kelak menjadi lulusan yang berkualitas. Tentu, siswa SMPN 2 Semarang menjadi senang belajar disana. Sehingga, tidak heran bila prestasi yang dihasilkan sangat gemilang.

Prestasi yang diraih murid SMP 2 akhir-akhir ini salah satunya yaitu pemenang Science Camp se-Asia, diikuti oleh 4 orang peserta yang mendapat medali 1 emas, 2 perak, dan 1 perunggu. Selain itu, bulan November lalu, Espero Cheers mendapat jaura 2 Nasional di Bandung.

Espero Cheers

Espero Cheers adalah suatu ekskul di SMPN 2 Semarang yang merupakan bagian dari ICA (Indonesian Cheerleading Association) dan sering mengikuti lomba baik di Provinsi maupun Nasional.

Prestasi yang di raih Espero Cheers juga selalu ada setiap tahun, yaitu:
Ø Tahun 2012:
a.    Juara 2 Jawa Tengah
b.   Juara 3 RASO, kejuaraan yang diikuti oleh SMP RSBI di Jawa Tengah
c.    Juara 3 Nasional yang diselenggarakan di Surabaya
Ø Tahun 2013:
a.    Juara 2 Nasional yang diselenggarakan di Jogja
Ø Tahun 2014:
a.    Juara 3 Jawa Tengah
b.   Juara 2 Nasional yang diselenggarakan di Bandung


Ekskul Espero Cheers ini berdiri sejak tahun 2003, dan pada awal pembentukannya, Espero Cheers sudah sering mendapat juara. Namun, juara itu tidakdiraih dengan mudah. Latihan rutin dilaksanakan 2 kali seminggu, yang dilatih yaitu kekuatan fisik, dan juga skill dalam cheerleading. Sekitas 1 bulan sebelum lomba, baik tingkat Jawa Tengah maupun Nasional, kami, Espero cheers latihan rutin setiap hari, latihan itu untuk menyelesaikan konsep dan juga meningkatkan kemampuan. 
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Indescribable, bab 3 : "Uji Nyali"

Ya, waktu memang berjalan cepat saat ada hal yang tidak diinginkan. Ini sudah malam, pukul 18:00. "Kenapa cepet banget sih! uuhh uji nyali!", kataku di depan cermin yang sedang mengikat rambut dan berseragam olahraga sekolah. "Biarin aja, Ra. lebih cepat lebih baik. uji nyali butuh keberanian dan.... mmm, mungkin kepasrahan! haha", sahut Alice. "Lebih cepat lebih baik gimana sih?! Nonton acara uji nyali di televisi aja gak berani, apalagi mencobanya sendiri", gerutuku. "Ah lupakan saja, ayo sekarang kita keluar, udah rame tuh, udah pada ngumpul!", kata Alice seraya menarik tanganku.
"Loh, kak Olga juga ikut?", tanyaku kepada kak Olga. "Iya dong, kan aku pengurus OSIS", jawabnya. "Kak, awasi kelompokku ya?", pintaku pada kak Olga. "Oke deh!". jawabnya sambil menampakkan senyumnya. "Baik anak-anak, ayo sekarang kita berangkat menuju Sekolah!", ajak Kepala Sekolah menggunakan pengeras suara agar semua murid bisa mendengarnya.

Ternyata, setelah kami sampai, murid Asrama Putra sudah mendahului kami. "Eh, itu Daru. Tapi, kok dia nggak sama Jeddi ya?", kata Alice keheranan dan mengajakku kesana menemui Daru. "Loh, mana Jeddi-nya?", tanya Alice ke Daru. "Dia tidak diperbolehkan Kepala Sekolah ikut uji nyali. Takutnya, nanti dia malah tambah depresi", jelas Daru. "Oh, begitu", jawabku dan Alice bersamaan. "Lalu, dia di kamar sendirian?", tanyaku. "Tentu saja tidak, dia ada dengan satpam", jawab Daru. "Oh, baik kalau begitu", jawabku tenang. Kepala Sekolah kembali menggunakan pengeras suara dan kali ini dia berkata, "Kalian saya beri waktu 10 menit untuk membuat kelompok, kelompok uji nyali. Satu kelompok berisi 5 orang, 3 perempuan dan 2 laki-laki, ditambah satu pengawas dari OSIS. Dan saya mohon maaf anak-anak, karena saya ada keperluan saya jadi tida bisa mengawasi kalian. Segera buat kelompok sekarang!". Jelas, kami bertiga pasti, sudah fix. Tapi, 2 orang lagi siapa? Kami berpikir bingung, tiba-tiba seseorang menabrakku dari belakang. Ternyata, itu Jeddi. Tentu saja kami ber-tiga heran. Jeddi datang dengan muka kusut ketakutan dan berkata, "Satpam... satpam itu....satpam....ya!, satpamnya jadi hantu! Aku mau ikut kalian saja!". Ya, aku pikir itu hanya karena dia berpikir yang tidak-tidak dan akhirnya satpam itu dia bayangkan jadi hantu. Tentu saja awalnya kami tidak setuju kalau Jeddi ikut uji nyali, tapi karena muka memelasnya kami terpaksa meng-iya-kan permintaannya. "Satu oarang lagi, perempuan, siapa yang mau bergabung?", teriakku untuk semua yang ada di lapangan. Akhirnya, terdengar juga teriakan "Aku", ternyata itu Sasty, teman sekelasku. Haha, kami senang juga, karena dia pemberani.
3 menit kemudian, terdengar teriakan ketua OSIS, "Sudah sepuluh menit dan saatnya uji nyali dimulai, kalian masuk lewat pintu paling kanan di sudut utara". Kami pun berdoa dan kemudian memasuki pintu tersebut. Masing-masing kelompok diberi dua senter, kamipun menyalakannya. Namanya juga uji nyali, pasti gelap. Aku yang ketakutan menggandeng erat tangan kiri Alice dan tangan kanan kak Olga, Daru dan Jeddi berjalan di depan kami ber-tiga. Kelihatannya Jeddi sudah tidak terlalu tegang, ya tapi masih aja gak nengok sama sekali ke belakang, tidak seperti Daru yang setiap hampir lima detik nengok kebelakang karena takut kalo kami ber-tiga ninggalin mereka, huh dasar anak kecil. Ya, tapi masih mendingan Daru daripada aku.
Kami terus berjalan, tak berhenti hingga Alice berkata "Ini kelas kita kan, Ra?". "Iya, Al", jawabku. Saat itu, remeng-remang aku melihat mata jedi yang terpejam. Aku pun menyenggol bahu Alice dan bertanya, "Al, Jeddi kenapa tuh?". "Gak tau deh gue, eh Dar temen lo tuh", lontar Alice. "Jed..jed..jeddi.. lo kenapa? woy...buka mata lo, ada apa?", Daru bertanya panjang dan heran. "Eh, kalian keberatan nggak kalau aku tinggal dulu. Aku mau manggil orang pinter kesini, biar Jeddi ditangani", kata kak Olga kepada kami semua. "Emm, ya gimana terserah kak Olga aja deh.. tapi beneran kak Olga berani sendiri keluar?", tanyaku. "Sama dia", kata kak Olga sambil menunjuk ke arah Sasty yang sedari tadi diam saja. "Dia sepertinya pemberani", imbuh kak Olga. "Emang iya kak, hehe. Sas, kamu mau kan nemenin kak Olga keluar dulu?", lontarku. "Ya", jawabnya singkat. Ya, maklum saja dia jawabnya sesingkat itu, dia orangnya cuek, pemberani, dan tomboi. Akhirnya, Aku, Alice, Daru, dan Jeddi ditinggalkan dikelas yang gelap oleh Kak Olga dan Sasty.
Tapi tak lama, mereka sudah kembali dan ada yang menangani Jeddi. Nggak tau kenapa, habis orang pinter itu megang pundak Jeddi, Jeddi langsung jatuh dan pingsan. Orang itu pun lalu berjalan ke arah almari, dan setelahnya menyiramkan sebotol kecil air ke tepi-tepi almari. Ya, aku dan yang lain hanya plonga-plongo melihat itu semua, ya sambil diam, penasaran, sepi, ya sampai akhirnya Jeddi sadar dan orang pinter itu pergi. (bersambung...)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Indescribable, bab 2 : "Lantai Tiga Warna"

Hari Senin tiba, saat pertama siswa kelas 7 Asrama Moende menjadi siswa yang sebenarnya. Hari pertama sekolah, dan mendapat ilmu di Sekolah Asrama ini. Aku dan Alice kebetulan ditempatkan di kelas yang sama, kelas 7C.  “Alice, saat di kelas nanti kita duduk sebangku ya?”, tanyaku pada Alice. “Oke!”, jawab Alice singkat.
Saat masuk ke dalam kelas, hanya tinggal meja paling pojok belakang yang kosong. Cukup ditempati aku dan Alice. Walaupun dapat tempat paling belakang, tak apalah. Tapi, tepat di depan tempat dudukku dan Alice, ditempati Daru dan Jeddi. Huh, menyebalkan. “Kenapa mereka masuk dikelas ini!”, batinku kesal.Ya, seperti yang sebelumnya, Daru dan Jeddi sangat jahil. Teman sekelasku bahkan ada yang nangis dijahilin mereka. Lebih parahnya lagi, hari pertama masuk kelas mereka udah mecahin kaca meja. Untung aja waktu mereka mecahin kaca tidak ada guru, waktu jam kosong. Mereka pun kebingungan, takut kena marah guru. Ide nakal mereka muncul lagi, mereka menyembunyihan pecahan kaca di belakang almari kelas, lemari yang ada di belakang bangkuku.
Tiba-tiba, guru BK sekolah kami masuk, dan langsung berkata “Siapa tadi yang memecahkan kaca? Saya mendengar sendiri bunyi kaca pecah saat saya lewat di depan kelas ini!”. Semua murid diam, tak berani bicara bahkan tak ada yang berani mengeluarkan suara desahan. Kemudian mata guru BK itu tertuju pada Daru dan Jeddi, “Kalian! Kalian pasti yang memecahkan kaca meja itu! Mana kaca yang kalian pecahkan tadi?”. “Kaa...ka..kami, menyembunyikannya di belakang almari itu”, jawab Daru gugup.  Seketika guru BK itu tercengang. Sepertinya sangat kaget, tak tau kenapa. Kalimat yang ingin keluar dari mulutnya menggantung dan kemudian ditelannya lagi kalimat yang juga ikut kaku di lidahnya. Ibu guru BK tersebut kemudian memanggil Daru dan Jeddi ke BK.
Setelah kira-kira 20 menit mereka diceramahi BK, mereka kembali ke kelas dengan wajah yang bingung. Alice bertanya pada mereka, “Hei anak-anak jahil, kenapa muka kalian terlihat bingung sekali? Kayak mikir matematika aja!”. “Kami heran,  ibu BK melarang kami menyembunyikan sesuatu benda ataupun melakukan hal-hal aneh yang berhubungan dengan almari itu”, jawab Jeddi. Aku dan Alice pun ikut bingung, ada apa sebenarnya. Aku berfikir,
Saat jam sekolah selesai, aku segera kembali ke Asrama. Setelah makan siang, aku pergi ke kamar kak Olga. Aku berkenalan dengannya saat jogging di taman sore kemarin. Kebetulan, kamar kak Olga ada di sebelah kamarku. “Permisi Kak Olga”, panggilku sambil mengetuk pintu kamar kak Olga. Setelah kak Olga membuka pintu dan aku masuk, aku segera menanyakan hal aneh yang disembunyikan ibu BK tersebut. Teman sekamar kak Olga pun ikut bergabung ngobrol dengan kami. Kata kak Olga dan temannya, di bawah almari itu ada lantai tiga warna. Tak tau pasti warnanya apa, yang jelas tiga warna yang berbeda. “Ceritanya sih ada siswa yang pernah menggeser almari itu, kemudian dia melihat lantai tiga warna tersebut. Terus dia menginjak-injaknya, lompat-lompat di atas lantai itu. Kemudian siswa yang lompat-lompat di atas lantai itu, kerasukan hantu penghuni almari itu. Saat kerasukan, dia ngomong kata-kata bahasa belanda gitu, nggak jelas. Kejadian itu dialami kakak kelas yang sekarang masih kelas 9 loh! Kejadiannya baru setahun yang lalu, saat aku masih kelas 7”, cerita kak Olga lengkap. Aku jadi merinding. Teman kak Olga berkali-kali meng-iya-kan cerita kak Olga itu dan berkata kepadaku jangan pernah sekali-sekali melakukan hal itu. Aku hanya mengangguk-angguk tanda menurut. "Oh iya, kak nama kakak siapa?", tanyaku kepada teman kak Olga. "Oh, namaku Fara. Kamu?", jawabnya. "Namaku Kiera kak", jawabku. Huh, dengan acara berkenalan ini, suasana menjadi cair dan tidak terlalu menegangkan.
Keesokan harinya, saat pelajaran belum dimulai, aku bercerita tentang hal itu kepada Alice, Daru, dan Jeddi. Seketika suasana terasa aneh. Aku merinding, ketakutan. Jeddi malah menggeser almari itu sambil lompat-lompat diatasnya seperti kejadian setahun lalu yang baru saja kuceritakan. Benar, yang terjadi Jeddi kerasukan hantu dan ngoceh bahasa belanda nggak jelas. Banyak teman sekelasku yang nangis ketakutan, dan ada yang pingsan. Suasana kelas jadi kacau! Banyak guru yang datang ke kelasku dan melihat kejadian itu. Guru-guru kaget melihat almari yang digeser tersebut. Jeddi pun sadar setelah guru agama sekolahku datang dan menanganinya. Demi kebaikan siswa, akhirnya guru-guru dan kepala sekolah asrama  memutuskan hari ini jam pelajaran di kelas 7C ditiadakan dan anak-anak kelas 7C diharuskan segera kembali istirahat di Asrama.
Setelah pulang sekolah, Alice bilang kepadaku, “Kamu pulang dulu saja, aku mau disini dulu. “Loh, tapi kan kita disuruh pulang ke Asrama dan istirahat”, jawabku. Tapi Alice tetap saja tidak mau. Akhirnya, aku pulang ke Asrama bersama teman-teman lain. Di kamar, aku merenung sendirian. Aku bingung, yang pertama kenapa lantai itu ada tiga warna berbeda, apa mungkin kekurangan ubin? Hmm, yang kedua orang yang menginjak-injak lantai itu kesurupan, dan yang ketiga.. kenapa Alice memilih tetap di kelas? Sendirian pula. Huh, aku semakin bingung.
Sudah jam 4 sore,  tapi Alice belum juga pulang. “Duh, apa aku harus menyusulnya ya?”, batinku. Ah, tapi kan di sekolah ada anak yang ikut ekskul. Eh, tapi perasaanku nggak enak, aduh..gimana ya,em..ah sudahlah, mungkin ini hanya perasaanku saja. Tak lama kemudian, Alice datang. Mukanya seperti orang depresi. “Hei Alice, kamu kenapa? Mukamu kusut sekali!”, tanyaku pada Alice. “Mereka..mereka marah!”, jawab Alice sambil teriak dan setelah itu nafasnya terengah-engah seperti habis lari-lari. “Sst, jangan keras-keras. Mereka marah? Mereka siapa?”tanyaku heran. “Mereka, penghuni kelas kita. 2 makhluk penghuni lantai tiga warna, dan 1 lagi penghuni almari tersebut”, jawab Alice dengan muka yang sangat-sangat serius dan ketakutan. “Kok kamu bisa tau?”, tanyaku kali ini sangat penasaran. “Sebenarnya, aku punya indra ke-6. Dan kakak kelas 9 yang kesurupan 1 tahun lalu itu adalah sepupuku, jadi aku tau semua hal itu”, Alice menjawab setengah melamun. Aku hanya bisa diam, terheran-heran, kaget, bingung, campur aduk pokoknya. Alice melanjutkan ceritanya, panjang lebar, sedetail dan sejelas mungkin. Ia cerita bahwa dulu tidak ada almari itu, namun setelah ada kejadian setahun lalu yang menggegerkan warga sekolah, akhirnya lantai tiga warna itu ditutupi almari tersebut agar tidak ada lagi yang tau mengenai lantai tiga warna itu. Orang yang pernah kesurupan karena menginjak-injak lantai itu, akan diikuti hantu tersebut dan 5 orang yang ada sangkut-pautnya dengan hal itu akan di ganggu hantu penghuni kelas kita!
 “Alice! Kamu kan belum mandi, sana mandi dulu! Keburu jam makan malam nanti kamu dapat hukuman lo!”, kalimatku ini memutuskan untuk cerita yang menakut-nakutiku ini diakhiri. Alice pun mangut-mangut dan segera pergi ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Alice sudah kembali dengan penampilan yang rapi. Baru saja Alice kembali, bel makan malam sudah berbunyi. Aku dan Alice segera pergi ke ruang makan bersama teman-teman yang lain juga.

Setelah aku dan teman-teman sudah selesai makan, kepala sekolah menyampaikan pengumuman dan semua siswi langsung diam. “Begini anak-anak, sudah dua hari kalian sekolah disini. Dalam waktu dua hari yang telah diberikan, kalian harus sudah bisa menyesuaikan diri, karena Asrama kita ini adalah Asrama yang sangat tenama. Yang akan saya beritahukan,  besok malam pada pukul tujuh, kalian semua harus berkumpul di depan halaman sekolah, karena akan dilaksanakan uji nyali untuk mengetes apakah kalian pantas ada di sekolah ini. Saya memberi tau sekarang agar besok kalian siap menghadapinya”, ujar kepala sekolah kami,  Mrs.Mila. “Hah? Uji nyali?”, kata semua siswi Asrama Moende dengan wajah panik dan ketakutan. “Nah, sekarang kalian kembali ke kamar masing-masing”, lanjut Mrs. Mila. Semua siswi pun beranjak pergi dari ruamg makan.Tentu, semua murid tegang. Apalagi aku, sejak kejadian kesurupan tadi, aku jadi sering merasa hal-hal aneh dan sering merinding.
Esoknya, sinar mentari menyambutku dan rasa penasaranku terhadap lantai tiga warna tersebut. Alice masih tertidur, ya tentu saja, karena ini masih jam 5 pagi dan sekolah dimulai pukul 8 pagi. Aku memang terbiasa bangun jam 5 pagi, ini kebiasaanku dari dulu. Aku turun, menyusuri lorong untuk segera mandi. Asramaku ini adalah bangunan peninggalan Belanda yang sudah berkali-kali direnovasi kecuali lorongnya ini. Saat aku berjalan dan menoleh ke kanan, aku melihat sekelebat anak kecil, kupikir itu adalah anak ibu kantin yang tinggal di asrama ini, tapi setelah aku menoleh lagi dan kali ini menoleh ke belakang, aku tidak melihat siapapun berada di sana. Kemana anak kecil tersebut? Mustahil kalau tiba-tiba dia menghilang, karena tidak ada ruangan di lorong ini dan hanya ada tembok hampa. Langung kupercepat langkahku sampai akhirnya aku merasakan kehadiran suatu makhluk di belakangku, hangatnya terasa kontras dengan udara di Asrama yang termasuk dingin, dan tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundakku, akupun tersentak kaget. “Hey, Kiera, kok kamu jalnnya cepet banget? Ada apa sih?”. Langkahku terhenti, dan aku perlahan menengok ke belakang. Huh, ternyata ada kak Fara, untung aja bukan hantu. “Emm, nggak ada apa-apa kok, aku cuma buru-buru ke kamar mandi soalnya kebelet pipis”, kilahku sambil tersenyum. “Oh, ya udah. Kebetulan aku juga mau ke kamar mandi nih, yuk bareng!”, ajak kak Fara. Aku dan kak Fara pun berjalan bersama ke kamar mandi. Untung saja aku ditemani kak Fara, jadi nggak takut nih, hehe.
Saat aku sudah keluar dari kamar mandi, aku tidak melihat kak Fara. Ya, mungkin karena aku kelamaan jadi kak Fara nggak sabar nungguinnya. Akupun segera kembali ke kamar karena takut kalau nanti liat penampakan lagi.
Sesampainya di kamar, aku melihat Alice masih tertidur pulas. Aku pun membiarkannya tidur. Mungkin dia kecapekan karena kejadian kemarin. "Tidak, jangan ganggu temanku! Pergi kalian semua!". Mendengar suara itu, aku langsung melihat ke arah Alice dan menyimak apa yang dia bicarakan. Alice mengigau tentang, ya siapa lagi kalau bukan penghuni kelasku.
"Apa yang kau lakukan hingga dia jadi gila? kenapa kau limpahkan semuanya kepadaku dan temanku?!", itulah apa yang kudengar dari mulut Alice. Karena kasihan melihatnya, akupun membangunkan Alice. "Loh, pagi-pagi gini kok kamu udah bangun?", tanya Alice padaku. "Bukannya kamu sudah tau kalau aku ini suka bangun jam lima?", jawabku. "Loh, ini kan masih jam setengah lima, lihatlah jam bekerku", jelas Alice. Aku pun melihat jam beker Alice, kemudian membandingkannya dengan jam yang terpasang di tanganku."Oh iya, ternyata jamku kecepetan, pantes aja waktu tadi aku ke kamar mandi masih sepi banget untung ada kak Fara mau nemenin aku sampe kamar mandi", kataku sambil menahan malu. "Loh Ra, kamu ke kamar mandi sama Kak Fara? kak Fara itu lagi pulang ke rumahnya, jadi dia nggak mungkin ada di Asrama, apalagi nganterin kamu ke kamar mandi", jawab Alice sambil keheranan. "Eh, bercanda ya kamu? sumpah kok aku dianterin kak Fara, kak Fara pake dress putih panjang.Eh kan..." "kan kak Fara gak suka pake dress!", seruku dan Alice bersamaan. Aku jadi bingung sendiri, kalau bukan kak Fara, lalu siapa yang nganterin aku ke kamar mandi? Tapi 'dia' mirip banget sama kak Fara. "Ya udah deh Ra, mungkin kamu mimpi, lagian kamu juga kenapa gak bangunin aku aja", kata Alice dengan santai. "Hmm..aku gak mau buat kamu keganggu tidurnya Al", jawabku dengan senyum terpaksa. Akupun duduk di kasur sambil membaca novel yang kubawa dari rumah.
Setelah jam setengah delapan, aku dan Alice berangkat ke Sekolah. Baru sampai di depan kelas, "Eh Al,  Ra sini gih cepet!" teriak Daru yang berhasil mengagetkan kami. "Kenapa sih Ru, ada masalah apa lagi? Kamu dihukum suruh bersihin toilet Sekolah lagi?", jawabku dengan nada mengejek. "Bukan bersihin toilet doang Ra, tapi juga bersihin Bangsal Sekolah", kata Alice dengan muka polos, "Wah kamu kok tau sih Al,tapi bukan itu yang aku mau omongin ini masalah Jeddi, dia jadi aneh setelah kerasukan kemarin, dia jadi kayak orang gila dia takut setiap kali aku tinggal sendirian.Dia takut kalau nengok ke belakang, dia bilang ada yang ngikutin dia terus", jawab Daru dengan muka kebingungan. Seketika itu aku dan Alice saling kebingungan. Dan tiba-tiba Alice angkat bicara, "Ayo kita ngomong di dalam, jangan di depan kelas. Kami ber-tiga pun masuk ke dalam kelas dan duduk di bangku masing-masing. Aku dan Alice bener-bener kaget melihat muka jeddi yang berantakan, kusut, dan kelihatan banget kalau Jeddi lagi stress berat. "Jedi, kamu nggakpapa kan?", tanya Alice pelan agar Jeddi tidak kaget. Tapi Jeddi tidak menjawab, dan tidak menoleh ke belakang. Benar apa kata Daru, kalau Jeddi takut nengok ke belakang. "Ya udah, biarin aja Jeddi diem dulu. Biar dia tenang", kata Daru.. "Eh, Daru kamu udah tau belum kalo nanti malem itu ada uji nyali?", tanyaku. "Udah kok", jawabnya singkat. "Kira-kira seremnya kayak apa ya sekolah kita ini, banyak yang bilang sih sekolah ini...", kata-kataku terputus karena sakit di kakiku akibat diinjak Alice. "Sssttt, kasian Jeddi, Ra!", bisik Alice pelan kepadaku. "Ah, ya, begini lo maksudku emm.. banyak yang bilang uji nyali itu capek, jalannya jauh, so..soo..soalnya sekolah ini luas", kataku sambil berpikir bingung dengan apa yang kukatakan agar suasana agak lebih cair. (bersambung....)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Indescribable, bab 1 : "Awal Saat Itu"

Pagi buta, sang fajar belum muncul dari singgasananya. Udara pegunungan yang dingin membangunkanku pagi itu. Kubuka jendela kamar asramaku. Awan mendung yang gelap terlihat mengerikan. Angin yang cukup kencang terlihat menggerakkan pepohonan hutan yang ada di belakang asramaku. Ya, hari ini adalah hari pertamaku masuk Asrama Putri Moende ini.  Aku baru datang kemarin sore dari rumahku.
Aku pun duduk di tempat tidur dan bermain dengan bonekaku yang kubawa dari rumah, boneka barbie. Hari semakin pagi, namun awan mendung semakin gelap. Teman sekamarku, Alice terbangun mendengar suara hujan yang cukup deras. “Hai,  Alice! Selamat pagi!”, sapaku kepadanya. “Hai juga Kiera!”, sapa Alice balik. Alice kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan kemudian ke kamar mandi untuk cuci muka. “Mmm, Alice, apakah kau suka tinggal di asrama ini?”, tanyaku. “Ya, tidak begitu. Aku lebih suka tinggal di rumah karena ada orang tuaku dan kakak-kakakku”,jawabnya.
Setelah mandi dan sarapan, murid-murid asrama dibebaskan untuk bermain, karena ini adalah hari minggu. Aku dan Alice memilih jalan-jalan di taman saja. “Apakah  kita boleh mengambil salah satu dari bunga yang indah itu?”, tanyaku pada Alice. “Hm, sepertinya tidak. Karena nanti tukang kebun asrama ini akan marah kepada kita”, jawabnya. “Hm..”, jawabku sambil mengerucutkan bibir. Saat aku dan Alice baru saja duduk di kursi taman, aku dan Alice melihat siswa putra asrama kami di depan patung sedang menjahili temannya. Aku dan Alice pun menuju kesana.
 “Hei, kalian itu tidak boleh begitu. Sesama teman, kita tidak boleh menjahili”, nasehatku kepada kedua anak jahil itu. Tapi mereka malah tertawa. “Kalian ini kok malah tertawa sih!”, Alice pun ikut menasehatinya. “Haha, biarkan saja. Apa kalian mau kujahili juga?”, kata anak jahil yang berkacamata itu. “Aku tidak takut, akan kuadukan pada BK jika kalian menjahili kami”, jawabku. Mereka tertawa lagi, lantas mengambil boneka barbie yang kubawa saat itu. “Benar, akan kuadukan ke BK!”, ancamku. “Eh, jangan.  Baiklah, aku tidak akan menjahili kalian. Namaku Daru, dan Ini Jeddi”, katanya anak berambut setengah keriting sambil menarik tangan anak berkacamata. “Baiklah Daru dan Jeddi. Namaku Kiera, dan temanku ini Alice”, balasku masih sedikit kesal. “Iya, kalian harus janji benar-benar tidak akan menjahili kami!”, Alice berbicara. “Baik, tapi kami tidak berjanji. Hahaha.. Oh iya, ada yang lebih jahil daripada kami loh! Hantu Asrama ini!”, kata Jeddi sambil menarik tangan Daru dan mengajaknya lari masuk ke dalam Asrama Putra Moende (bersambung...)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

About Me