Indescribable, bab 3 : "Uji Nyali"
Ya, waktu memang berjalan cepat saat ada hal yang
tidak diinginkan. Ini sudah malam, pukul 18:00. "Kenapa cepet banget sih!
uuhh uji nyali!", kataku di depan cermin yang sedang mengikat rambut dan
berseragam olahraga sekolah. "Biarin aja, Ra. lebih cepat lebih baik. uji
nyali butuh keberanian dan.... mmm, mungkin kepasrahan! haha", sahut
Alice. "Lebih cepat lebih baik gimana sih?! Nonton acara uji nyali di
televisi aja gak berani, apalagi mencobanya sendiri", gerutuku. "Ah
lupakan saja, ayo sekarang kita keluar, udah rame tuh, udah pada
ngumpul!", kata Alice seraya menarik tanganku.
"Loh, kak Olga juga ikut?", tanyaku kepada
kak Olga. "Iya dong, kan aku pengurus OSIS", jawabnya. "Kak,
awasi kelompokku ya?", pintaku pada kak Olga. "Oke deh!".
jawabnya sambil menampakkan senyumnya. "Baik anak-anak, ayo sekarang kita
berangkat menuju Sekolah!", ajak Kepala Sekolah menggunakan pengeras suara
agar semua murid bisa mendengarnya.
Ternyata,
setelah kami sampai, murid Asrama Putra sudah mendahului kami. "Eh, itu
Daru. Tapi, kok dia nggak sama Jeddi ya?", kata Alice keheranan dan
mengajakku kesana menemui Daru. "Loh, mana Jeddi-nya?", tanya Alice
ke Daru. "Dia tidak diperbolehkan Kepala Sekolah ikut uji nyali. Takutnya,
nanti dia malah tambah depresi", jelas Daru. "Oh, begitu",
jawabku dan Alice bersamaan. "Lalu, dia di kamar sendirian?",
tanyaku. "Tentu saja tidak, dia ada dengan satpam", jawab Daru.
"Oh, baik kalau begitu", jawabku tenang. Kepala Sekolah kembali
menggunakan pengeras suara dan kali ini dia berkata, "Kalian saya beri
waktu 10 menit untuk membuat kelompok, kelompok uji nyali. Satu kelompok berisi
5 orang, 3 perempuan dan 2 laki-laki, ditambah satu pengawas dari OSIS. Dan
saya mohon maaf anak-anak, karena saya ada keperluan saya jadi tida bisa
mengawasi kalian. Segera buat kelompok sekarang!". Jelas, kami bertiga
pasti, sudah fix. Tapi, 2 orang lagi siapa? Kami berpikir bingung, tiba-tiba
seseorang menabrakku dari belakang. Ternyata, itu Jeddi. Tentu saja kami ber-tiga
heran. Jeddi datang dengan muka kusut ketakutan dan berkata, "Satpam...
satpam itu....satpam....ya!, satpamnya jadi hantu! Aku mau ikut kalian
saja!". Ya, aku pikir itu hanya karena dia berpikir yang tidak-tidak dan
akhirnya satpam itu dia bayangkan jadi hantu. Tentu saja awalnya kami tidak
setuju kalau Jeddi ikut uji nyali, tapi karena muka memelasnya kami
terpaksa meng-iya-kan permintaannya. "Satu oarang lagi,
perempuan, siapa yang mau bergabung?", teriakku untuk semua yang ada di
lapangan. Akhirnya, terdengar juga teriakan "Aku", ternyata itu
Sasty, teman sekelasku. Haha, kami senang juga, karena dia pemberani.
3 menit
kemudian, terdengar teriakan ketua OSIS, "Sudah sepuluh menit dan saatnya
uji nyali dimulai, kalian masuk lewat pintu paling kanan di sudut utara".
Kami pun berdoa dan kemudian memasuki pintu tersebut. Masing-masing kelompok
diberi dua senter, kamipun menyalakannya. Namanya juga uji nyali, pasti gelap.
Aku yang ketakutan menggandeng erat tangan kiri Alice dan tangan kanan kak
Olga, Daru dan Jeddi berjalan di depan kami ber-tiga. Kelihatannya Jeddi sudah
tidak terlalu tegang, ya tapi masih aja gak nengok sama sekali ke belakang,
tidak seperti Daru yang setiap hampir lima detik nengok kebelakang karena takut
kalo kami ber-tiga ninggalin mereka, huh dasar anak kecil. Ya, tapi masih mendingan Daru
daripada aku.
Kami terus
berjalan, tak berhenti hingga Alice berkata "Ini kelas kita kan,
Ra?". "Iya, Al", jawabku. Saat itu, remeng-remang aku melihat
mata jedi yang terpejam. Aku pun menyenggol bahu Alice dan bertanya, "Al,
Jeddi kenapa tuh?". "Gak tau deh gue, eh Dar temen lo tuh",
lontar Alice. "Jed..jed..jeddi.. lo kenapa? woy...buka mata lo, ada
apa?", Daru bertanya panjang dan heran. "Eh, kalian keberatan nggak
kalau aku tinggal dulu. Aku mau manggil orang
pinter kesini, biar Jeddi
ditangani", kata kak Olga kepada kami semua. "Emm, ya gimana terserah
kak Olga aja deh.. tapi beneran kak Olga berani sendiri keluar?", tanyaku.
"Sama dia", kata kak Olga sambil menunjuk ke arah Sasty yang sedari
tadi diam saja. "Dia sepertinya pemberani", imbuh kak Olga.
"Emang iya kak, hehe. Sas, kamu mau kan nemenin kak Olga keluar
dulu?", lontarku. "Ya", jawabnya singkat. Ya, maklum saja dia
jawabnya sesingkat itu, dia orangnya cuek, pemberani, dan tomboi. Akhirnya,
Aku, Alice, Daru, dan Jeddi ditinggalkan dikelas yang gelap oleh Kak Olga dan
Sasty.
Tapi tak lama,
mereka sudah kembali dan ada yang menangani Jeddi. Nggak tau kenapa, habis orang pinter itu megang pundak Jeddi, Jeddi
langsung jatuh dan pingsan. Orang itu pun lalu berjalan ke arah almari, dan
setelahnya menyiramkan sebotol kecil air ke tepi-tepi almari. Ya, aku dan yang
lain hanya plonga-plongo melihat itu semua, ya sambil diam,
penasaran, sepi, ya sampai akhirnya Jeddi sadar dan orang pinter itu pergi. (bersambung...)
Read Users' Comments (0)